Minggu, 11 Mei 2014

Met Long Neck Karen Tribe, Chiang Rai


It's been a year since I traveled to northern Thai. 17 hours trapped in the train heading into Chiang Mai station without food and limited water is unforgettable experience in order to met the long neck karen tribe in Chiang Rai.


Just had limited time, I decided to join a city tour to Chiang Rai city and surrounding areas up to borders of Thailand, Laos and Burma. Well, As I thought, joined the tour was quite boring because I'm not the type of person who likes traveling with rush. Proven by several times the guide scolded me and my friends because we were too busy taking photos, so we were late returned to the bus and make everyone waited for us, huh!


Arrived in traditional village of Karen tribe made me so amazed looked at the little girl who wearing very heavy long necklace was weaving the typical Karen shawl. Ehm, I just can't imagine how could she live with that heavy long necklace on her little neck, even take a bath and sleep.





Yeaah! I had a chance to stop by borders of Thailand, Laos, and Burma even I've tried to cross Mekong river into Don Sao, Laos and only pay 30 baht for the visa.



Minggu, 16 Maret 2014

Island Hopping (Komodo Island & Pink Beach)

Masih inget beberapa tahun lalu Flores masih tertulis di daftar "Places have to visit before I die" dan sekarang Flores udah diberi tanda checklist di daftar itu.
Dulu kupikir Labuan Bajo itu semacam taman laut seperti Bunaken, tapi setelah mengunjungi langsung bayanganku tentang Labuan Bajo langsung berubah total. Ternyata Labuan Bajo itu pelabuhan penyeberangan ke Pulau Komodo dan sekitarnya, haha. Bayangan banyak ikan warna-warni di bawah laut Labuan Bajo salah total, adanya air laut yang udah kecampur sama minyak bahan bakar kapal. 


Untuk mengunjungi Pulau Komodo dan sekitarnya kami memilih untuk ber-sailing trip selama 2H 1M. Tujuan sailing trip kita adalah Pulau Komodo - Pink Beach - Gili Lawa.
Beruntungnya kita, 2 hari hidup di laut cuaca cenderung bagus, walaupun kadang-kadang mendung dan hujan rintik-rintik tapi ga masalah selama kita masih bisa nge-capture foto bagus hehe.








Kenapa kita lebih milih sailing trip? Tujuannya simple sih, kita pingin tidur di tengah laut, ngemil di pinggiran dek kapal,  sama pup sambil liat pemandangan sunset di tengah laut, haha. Lagian menurutku yang sehari-hari hidup di perkotaan, kesempatan hidup di tengah-tengah laut yang ga bising dan ga ada polusi adalah sesuatu yang mahal. Jadinya, sailing trip tetep nomer satu walaupun awalnya kita bertiga udah mau lemes ga jadi sailing trip gara-gara harga yang dipatok ga manusiawi sama budget mahasiswa dan susah nemu kapal yang mau ke Gili Lawa gara-gara cuaca buruk jadinya mau ga mau kita harus ngerengek-rengek sama kapten kapal.




FYI, waktu ngunjungin Pulau Komodo kebetulan banget pas hari-hari terakhir datang bulan, huh! Awalnya cuek aja, bodo amat orang udah hari terakhir juga lagian udah sampe sini masa ga jadi liat komodo yang lagi bobok. Padahal udah sering banget nonton acara Discovery Channel sama baca-baca National Geographic tentang Papa Komo yang punya daya penciuman bisa sejauh lebih dari 8 km dan kecepatan larinya juga 20km/jam.
 
Waktu itu kita dikasih pilihan mau short, medium, atau long trekking dan kita lebih milih short trekking, haha cupu yak?! Padahal biasanya orang-orang minimal lebih milih medium trekking. Sekali lagi, tujuan kita ke Pulau Komodo ya cuma mau liat Komodo soalnya Pak Ranger bilang kalo sekedar mau liat komodo short trekking udah cukup, tapi kalau mau liat view dari atas pulau baru medium atau long trekking, lagipula kita memang mau menghemat tenaga buat trekking besok paginya di Gili Lawa.

Perjalanan trekking dimulai dan  Pak ranger pun cerita " Komodo adalah hewan yang daya penciumannya bisa lebih dari 8 km/jam terutama sama darah haid, jadi jangan terlalu asik foto-fotonya ya, jangan jauh-jauh dari saya dan kalau masih ada yang haid silahkan balik ke pos yang tadi." Sontak aja si Kadek sama Shinta langsung noleh ke aku sambil bilang, " Ca, lo lagi dapet kan?"

"Iya nih, tapi udah hari terakhir kok, gapapa kan Pak? Gapapa dong Pak,"kataku sambil melas
Sontak aja Pak Ranger bilang," Tapi beneran udah hari terakhir kan? Kalo beneran ya gapapa, soalnya kalo cuma satu atau dua Komodo saya masih bisa atasi, tapi kalo ada delapan yang tiba-tiba ngerubung wah bisa bahaya, yang bahaya bisa satu rombongan."
Kadek sama Shinta langsung bilang," Ih Ca, jangan deket-deket gue!." "Ah sial, jangan tinggalin doong," kataku.

Selama trekking banyak yang diceritain Bapak Ranger mulai dari ada turis asing yang keasikan foto-foto lalu kepisah dari rombongan dan setelah dicari-cari beberapa hari tetep aja ga ketemu, yang ketemu cuma kacamata sama kameranya. Bener-bener ga ada sisa tulang, darah, atau apapun. "Komodo itu kalau makan ga menyisakan apapun, termasuk setetes darah, tulang, semuanya dilahap habis."
Jadi intinya, selama short trekking di Pulau Komodo mataku selalu awas ngeliatin kanan kiri takut ada Komodo yang tiba-tiba WAAAAA! kan atut! haha.
Untungnya siang hari adalah waktu Papa Komo bobok siang dan udah kenyang. Pak ranger pun nantangin kita foto sama Komo. Tapi liat aja, walaupun udah dijagain Pak Ranger, mukanya masih pada ga nyantai. Usut diusut ternyata Papa Komo yang foto bareng kita itu buta dan kakinya patah, pantesan aja Pak Ranger berani nantangin kita.




Emang sailing trip hari pertama kita kejar-kejaran sama waktu. Kita baru keluar Pulau Komodo jam 4 sore dan langsung ke Pink Beach, itu aja langit udah agak mendung. Tapi bodo amat mau berenang hujan-hujanan di laut juga tetep kita jabanin.






 


Gini nih yang namanya liburan, sepanjang hari cuma makan, tidur, berenang, makan,tidur, berenang. Udah ga peduli lagi sama kulit yang jadi tambah item. Kapal berhenti langsung BYUUR! Kelar berenang langsung makan nanas Flores yang rasanya enak banget, asik kaan?!



Note: Foto-foto di atas asalnya dari macem-macem, ada yang dari kameraku, Iphone Kadek, sama Iphone Shinta :)

Selasa, 04 Maret 2014

Island Hopping (Gili Lawa Island)


Sebenarnya, ada rahasia dibalik perjalanan trip kami ke Pulau Komodo dan sekitarnya. Yap! postingan foto IG Nicolas Saputra di Gili Lawa bikin kita penasaran banget pingin ngunjungin pulau terluar Kepulauan Komodo yang dekat dengan Pulau Moyo itu. 

Pertama kali nge-post beberapa foto Gili Lawa di sosial media banyak yang tanya dimana letak Pulau tersebut, ketahuan banget masih belum banyak orang yang ga tau dimana pulau Gili Lawa, bahkan ada beberapa teman yang baru pertama kali dengar nama Pulau Gili Lawa. Padahal, menurut aku Pulau Gili Lawa adalah tempat paling worth selama sailing trip di Kepulauan Komodo.

Memang, sesuatu yang worth itu butuh pengorbanan yang gak sedikit. Karena Pulau Gili Lawa adalah tujuan utama kita selama sailing trip ke Kepulauan Komodo, jadi kita harus rela ngorbanin Pulau Rinca, Pulau Kanawa, Pulau Seraya, dll karena lokasi Pulau Gili Lawa adalah pulau terjauh di kepulauan Komodo ditambah lagi pulau ini jarang dikunjungi wisatawan, lagipula kondisi gelombang yang sedang tinggi bikin ga semua kapal berani berlayar sampai ke Pulau Gili Lawa.

Banyak teman yang menyayangkan kita ga ngunjungin Pulau Rinca. Sebenarnya, dalam hati kecil kita juga merasa sayang ga ngunjungin Pulau Rinca, tapi ini pilihan, kita lebih tertarik mencoba trekking ke puncak Pulau Gili Lawa daripada trekking ke Pulau Rinca mencari Komodo, haha.

Ada cerita seru pas malem sebelum kita sampe di Gili Lawa....

Malam sebelum trekking di Gili Lawa, kapal kita tiba-tiba berhenti di tengah laut. Kita yang lagi enak-enak tiduran langsung keluar kamar penasaran pengen tau dimana kapal bakal berlabuh buat istirahat malam. 

Keluar kamar kita langsung kaget posisi kapal ada di tengah laut dan waktu itu kondisi kapal gelap soalnya generator emang sengaja dimatiin. Asiknya lagi, liat atas langitnya kece banget! Bintang bertaburan dimana-dimana lalu Kapten Husein bilang "Itu pulau yang di depan itu Pulau Gili Lawa, besok pagi trekking naik ke puncak situ, sekarang kita tidur disini dulu". Ebuset! tidur di tengah laut gini? kirain kapal bakal istirahat di tepi pulau.

 Kapten bilang lagi "Liat air lautnya kelap-kelip, banyak plankton disini!". Kayaknya si Kapten tau kalo orang kota kayak kita ga pernah liat beginian. Sontak aja kita langsung nengok ke bawah kapal, mulut sambil nganga kayak orang norak haha. Bener aja, air lautnya kelap-kelip kayak banyak kunang-kunang di dalam laut.

Gak lama kemudian Kapten teriak "Wah! Sini sini liat disini ada kura-kura gede bangeet!!" 
Kitanya langsung lari ke dek samping sambil nyalain senter jarak jauh, sontak aja kita langsung liat kura-kura terbesar yang pernah kita liat (tumbuhnya alami pula ga kayak abu yang mintanya makan biskuit roma ,huh!)


Tapi hebatnya, di tengah laut gini sinyal Simpati masih kuat banget. Langsung aja si Kadek buka map penasaran sama posisi kita saat itu. Liat gambar di bawah! Bulatan warna biru itu lokasi kita!!


Jadi, malam itu kita tidur di tengah laut Flores, ngambang di atas plankton-plankton yang berkeliaran di tengah laut, ga ada listrik, dan tidur sambil digoyang-goyang ombak. Ini nih yang kita cari, kapan lagi punya pengalaman kayak gini, haha.

Kurang apa lagi coba, bangun tidur keluar kamar pemandangan kayak gini.
Kapten Husein yang tau kami mau trekking ke Gili Lawa udah nyiapin pisang goreng hangat dan teh panas untuk cemilan pagi.


 

Yeee! Makan pisang goreng buatan Kapten Husein di Gili Lawa.
*Note : Betewe ini Kapten Husein walaupun laki-laki pelaut tapi masakannya enak. Masak apa aja bisa, paling suka sama cumi-cumi gorengnya, enaak!


Demi melihat view dari puncak Pulau Gili Lawa, kami rela trekking naik ke atas pulau. Beruntung Kapten Husein mau guide-in kami yang sotoy cari jalan setapak haha. 
Tap tap tap ...
HOSHH!! Akhirnya sampai juga di puncak Pulau Gili Lawa. Wuiih, liat view-nya kayak gitu kita jadi semakin yakin ga nyesel ngorbanin Pulau Rinca, Seraya, Kanawa, haha.











Sampe puncak kita ribut cari spot fotonya Nicolas, tiba-tiba Kapten Husein bilang "Dulu Luna Maya pernah kesini, satu lagi itu yang dulu suka main film, duh siapa yang namanya Zalianti Zalianti itu, oh Marsela Zalianti."
Pikiranku waktu itu di puncak," Ah, coba aja ke sini bareng Nicolas, sempurna deh hidup ini. Demi apapun rela deh relaa!!"
By the way, ini Kapten Husein style-nya udah bolang banget. Ga sabar posting cerita sailing trip selanjutnya, see you in the next stories...




Kamis, 13 Februari 2014

From Ende to Moni, NTT

Hello 2014!

Akhirnya postingan pertama tahun 2014 cerita tentang perjalanan ke NTT. Sebenarnya, traveling ke NTT ini udah jadi wish list tahun 2013, tapi baru bisa direalisasikan awal tahun 2014. H-7 menjelang berangkat, banyak drama. Mulai dari rumah Shinta sama Kadek di Jakarta kebanjiran, kamera rusak, sepatu converse andalan buat trekking ilang, Bapak yang ga ngebolehin ke komodo gara-gara cuacanya labil, dll. H-1 rencana terbang ke Ende masih juga ga jelas berkat Bapak masih ga ngijinin pergi, tapi berkat Ibuku yang pengertian akhirnya Bapak ngijinin pergi tapi cuma sampe Bali, sisanya Bapak gak tau kalo anaknya ini main sampe NTT, maafkan anakmu ini ya Pak! :(



Ini kedua kalinya aku naik pesawat baling-baling ke timur Indonesia setelah dua tahun lalu waktu berangkat KKN ke Lombok. Bedanya, dua tahun lalu aku terbang pas cuaca lagi summer dan nyenengin. Sedangkan, sekarang aku terbang pas cuaca lagi labil-labilnya, kadang hujan, kadang cerah. Bahkan, satu jam sebelum terbang ke Ende, cuaca di Bali lagi hujan deres pake angin. Bayangin aja rasanya 1,5 jam di dalam pesawat baling yang lagi terbang di ketinggian ehmm (aku gak tau), lampu sabuk pengaman kedap-kedip terus, penumpang kanan kiri semuanya nunduk pada doa. Ditambah lagi ada penumpang India bau balsem keluar masuk toilet gegara anaknya muntah (ini di dalam pesawat tapi rasanya lagi naik angkot terbang).

Sebelum mendarat di Ende, pesawat baling transit ke Labuan Bajo buat nurunin penumpang ke Labuan Bajo sama naikin penumpang yang mau ke Kupang. Rasanya udah pengen cepet-cepet sampe di Ende, udah gak tahan digoncang-goncangin pesawat di atas langit yang labil ini.



Akhirnya angkot terbang ini sampe juga di Ende. Keluar pesawat, view  yang aku liat kayak semacam landasan kecil yang dikelilingi sama bukit, ini belum sampe Moni, tapi rasanya udah asik banget, di Jawa nih ga ada yang kayak gini, haha.

Keluar dari bandara, kita langsung dikerubutin sama sopir travel yang nawarin jasa anter ke desa Moni. Emang dasar tu sopir-sopir lagi pada cari duit, kita bolak balik jalan mondar-mandir tetep aja diikutin. Setelah tawar menawar yang alot, akhirnya kita dapet travel ke desa Moni.



Jangan dibayangkan perjalanan 2 jam dari Ende ke Moni bakal selancar perjalanan 2 jam dari Jogja ke Solo. Baru setengah jam jalan, kita udah disuguhi pemandangan longsor diantara jalan berkelok-kelok di tengah bukit. Gak tanggung-tanggung, berkat kejadian longsor itu, kita harus rela antri jalan buat gantian sama yang arah berlawanan. Emang orang Flores hebat banget, salut campur miris, tiap hari rela mondar-mondir lewatin jalan perbukitan yang rawan longsor. Ga tanggung-tanggung batu yang longsor segede-gede gini.



Di perjalanan ke Moni kita ditawarin sunrise-an di kelimutu sama abang-abang lokal, bayangin GRATIS! Baru satu jam nyampe di Ende kita udah ditawarin transport gratis ke Kelimutu dan kita bertiga yang cewek semua tanpa pikir panjang langsung IYA-in aja tawaran ojek ke Kelimutu subuh-subuh dingin-dingin sama orang yang baru kenal dan kita sama sekali gatau orang itu siapa. GILA?? Iya kita emang gila, lebih tepatnya bego-bego tapi mau gratisan, haha.

Sampe Moni kita langsung ke hotel Hidayah. Fasilitasnya lumayan kita dapet breakfast sama ada air panas buat yang ga kuat mandi air dingin soalnya moni dingin banget. Udah mau tidur tiba-tiba kita inget besok pagi subuh-subuh kita mau sunrise-an di Kelimutu diboncengin mas-mas yang kita gatau itu siapa ngelewatin jalanan bukit banyak hutan gelap-gelap. Pikiran kita langsung kemana-mana, udah panik hampir mau batalin ojek gratisnya, Emang dasar kita orang Jawa yang terbiasa punya pikiran "kalo ada orang yang tiba-tiba baik banget pasti ada maunya" akhirnya kita sepakat bawa cutter, parfum, dan cukuran ketek buat self defense kalo diapa-apain, haha.



Pagi-pagi kita udah siap mau ke kelimutu, cutter, parfum, sama cukuran ketek udah siap di balik jaket dan akhirnya kita dijemput di hotel sama tiga abang-abang lokal Moni. Beruntungnya kita ternyata abang-abang tadi (Kak Deni, Kak Dedi, sama Kak Ikan kita panggilnya) emang murni bener-bener baik dan akhirnya kita sampai di Kelimutu dengan selamat, haha.




Untuk sampai ke danau tiga warna kelimutu kita mesti trekking dulu satu jam. Tapi tenang aja, jalur trekkingnya enggak berat kok soalnya udah dibantu sama anak tangga. Cuma kalo mau hunting sunrise di kelimutu mesti harus rela naik turun tangga sambil nahan dingin.

Dan akhirnya....

Yaay! Here we aree! Antara percaya ga percaya akhirnya aku sampe juga di danau yang gambarnya ada di duit 5000-an. Dulu cuma bisa ngeliat gambarnya aja di duit tapi sekarang akhirnya bisa ngeliat langsung di depan mata, sambil minum teh pula, ASIK!!


Beruntungnya kita ternyata abang-abangnya jago foto, hasilnya kita ga bingung-bingung lagi gantian foto jadinya banyak foto kita bertiga di Kelimutu, haha thanks to them :)






Emang dasar kita selalu maksimal kalo mau foto. Liat aja si Shinta foto kaki ampe gelantungan-gelantungan gitu, haha.




Oh iya, kalo ke Kelimutu jangan lupa cobain buah Kelimutu yang bentuknya kayak blueberry dan rasanya asem-asem gitu :)